Friday, 27 May 2016

Sejarah Sepak Bola Abad Pertengahan

Legenda Sepak Bola Abad Pertengahan 

     Benua Eropa menjadi pusat perhatian utama dalam perkembangan sepak bola pada sekitar abad 5-15 M. Bagaimana asal mula permainan sepak bola seperti yang ada pada zaman modern sekarang, tidak ada yang tahu secara pasti karena banyak dihiasi oleh cerita rakyat ataupun legenda setempat yang sulit dibuktikan kebenarannya. Salah satu legenda menceritakan tentang sebuah ritual paganisme yang dilaksanakan sebelum lahan pertanian mulai ditanami. Dalam ritual ini, bola melambangkan matahari yang harus ditaklukan. Bola tersebut dipermainkan yang harus ditaklukan. Bola tersebut dipermainkan di areal penanaman dengan tujuan untuk mendapatkan hasil oanan yang bagus.
   Ada juga sebuah legenda, bahwa sepak bola berasal dari sebuah peristiwa eksekusi hukuman mati seorang penjahat di depan publik. Terhukun di jatuhi hukuman penggal kepal dan kepala terhukum yang terpisah dari badannya dilemparkan oleh algojo ke tengah-tengah khalayak ramai yang menyaksikan, kemudian oleh massa di tendang dan dilemparkan beramai-ramai kesana kemari dengan penuh kemarahan.

   Sebuah cerita dari Chester, Inggris menyebutkan bahwa penduduk setempat merayakan keberhasilan mereka dalam mengusir para penyerbu dari bangsa Viking. Dalam pesta perayaan tersebut, mayat seorang Viking di penggal kepalanya dan digunakan sebagai bola dalam suatu permainan. Cerita lain dari Kingston-on-Thames, Inggris menyebutkan tentang permainan sepak bola yang menggunakan kepala pengeran Denmark yang dihukum mati.

   Entah apakah karena latar belakang barbarisme dan kekejaman inilah yang menyebabkan perkembangan sepak  bola di Eropa pada periode ini sangat kental diwarnai kekerasan. Pertandingan sepak bola diadakan pada setiap festival atau perayaan dan setiap pertandingan pasti memakan korban, baik korban tewas, luka-luka ataupun kerusakan saran fisik seperti rumah dan lahan permaainan. Tidak ada peraturan yang mencegah para pemain bersikap tidak sportif atau bermain kasar dengan tujuan menciderai lawan. Dan karena inilah, berkali-kali para penguasa setempat melarang permainan sepak bola, meskipun hampir tidak ada gunanya karena sepak bola sangatlah populer dan tetap dimainkan dengan konsekuensi hukuman apapun.

Choule (Prancis)

    Bangsa Romawi membawa permainan Harpastum ke Prancis pada sekitar 50 SM. Rakyat Prancis kemudian memainkan permainan bola versi mereka sendiri yang yang di sebut Choule  atau kalangan ningrat menyebutkan sebagai la soule. Asal permainan ini diperkirakan dari daerah Normandia dan Brittany di Prancis.
 
   Permainan biasanya dimainkan setiap Minggu selesai kebaktian di gereja sampai matahari terbenam atau terkadang  bahkan bisa dimainkan selama berhari-hari. Pertandingan dimainkan di lapangan dengan yang bervariasi panjangnya. Panjang lapangan bisa berukuran antara jarak antara dua jalan maupun dua kota. Pertandingan di mulai ketika bola dilemparkan tinggi-tinggi ke angkasa, yang melambangkan matahari. la soule sendiri dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai matahari. Choule juga sering dimainkan setiap ada perayaan atau hari libur.

   Permainan ini sangat mirip dengan rugby pada zaman sekarang. Tujuan masing-masing tim adalah berusaha mencetak angka dengan membawa bola berlari melintasi panjang lapangan dan menuju gawang lawan. Bisa juga dilakukan dengan cara menendang atau memukul bola sekeras-kerasnya dengan pemukul kayu, seperti pada permaianan hockey atau cricket. Choule  sering disebut sebagai versi awal dari permainan cricket yang sangat populer di Inggris. Yang terpukul atau tertendang dalam permainan ini bukan hanya bola, tetapi juga yang lain seperti kaki atau kepala seorang pemain. Gawang bisanya berupa pohon atau pun dinding yang ditandai. Bola yang digunakan di sebut soule, berbentuk lonjong, cukup berat dan terbuat dari kulit yang di jahit dan biasanya berisi kulit yang dijahit dan biasanya berisi kulit gandum atau serbuk kayu.

   Choule  biasanya dipertandingkan antara dua desa, dengan pemain yang bertanding adalah hampir seluruh penduduk desa tersebut. Atau kadang-kadang pertandingan ini saling mempertemukan antara jemaat dua gereja. Hampir tidak ada peraturan dalam permainan ini. Kekerasan adalah hal yang biasa terjadi. Para pemain boleh melakukan apa saja,saling memukul, menendang, menggigit atau pun menanduk. Tidak ada pertandingan tanpa menimbulkan korban luka. Karena maraknya kekerasan itulah, permainan ini sempat dilarang oleh raja Philippe V pada 1319. Demikian juga dengan Raja Charles V pada 1369. Tetapi, larangan ini tidak sepenuhnya dipatuhi dan permainan tetap terus berlangsung di beberapa wilayah. Pada abad ke 20, permainan ini diketahui masih dimainkan pada sekitar 1930 sampai 1945.


British Mob Football (Inggris)

    Sampai sekitar 800 tahun yang lalu, sepak bola belum berupa pertandingan antara dua tim yang terdiri dari 11 orang melawan 11 orang, yang dimainkan di lapangan rumput dan stadion yang megah serta dapat dinikmati dengan santai oleh para penggemarnya. Sepak bola saat itu lebih mirip sebagai pertarungan brutal atau perkelahian massal yang berdarah-darah antar warga kota. Setidaknya seperti inilah yang terjadi di Inggris. Pertandingan sepak bola diadakan selama perayaan atau festival seperti misalnya perayaan shrovetide. Dalam istilah sekarang, pertandingan semacam ini lebih di kenal sebagai mob football, sebuah istilah yang menunjuk kepada pertandingan sepak bola yang kacau, keras, kasar, dan tanpa aturan.

    Pada saat itu, warga sekitar akan membarikade pintu dan jendela rumah mereka sebelum pertandingan sepak bola di gelar. Wanita dan anak-anak terlebih dahulu mengungsi atau mencari perlindungan d rumah masing-masing. Lapangan pertandingan meliputi wilayah seluruh kota tanpa ada batas yang jelas. Pertandingan ini mempertemukan sekitar 1000 orang di satu tim melawan lebih banyak lagi orang di tim yang lain.

    Peraturan utama dalam pertandingan ini, yang ditemukan dalam suatu catatan lama di Workington (Inggris) adalah "jangan membunuh lawan. Itu adalah pelanggaran". Bagaimana dengan offside atau kartu kuning? Tidak  usah dipertanyakan lagi.

     Dapat dibayangkan bagaimana pertandingan berjalan. Menendang bola atau kepala lawan? sama saja, tidak jadi masalah. Para pemain saling menghajar satu lain. Saling tendang,tinju,mematah kan kaki,menanduk dada, membantinng, ataupun mencolok mata. "Apakah dia masih bernapas?", "Ya", "Kalau begitu, teruskan permainan."
     Tujuan masing-masing tim yang bertanding adalah berusaha memasukkan bola, yang terbuat dari kulit babi dan berisi udara, ke gawang lawan yang terletak di sisi lain kota. Untuk itu, segala cara boleh dilakukan sesuka hati. Suatu tim yang berhasil menguasai bola akan berusaha merangsek maju ke arah gawang lawan. Pemain dalam satu tim yang menguasai bola tersebut akan menghajar setiap lawan yang berani mendekat dalam upaya melindungi pembawa bola. Demikian juga tim yang satu nya lagi berusaha sekuat tenaga merebut bola dan menjatuhkan lawannya satu persatu dengan berbagi macam cara. Maka, tak jarang terjadi adegan pengeroyokan, kejar-kejaran, yang betul-betul mirip perkelahian massal.
      Meskipun melibatkan  permainan kasar dan brutal, tetapi dapat di ketahui, bahwa para pemain yang bertanding sangat menikmati itu semua. Ketika pertandingan berakhir, mereka yang luka-luka diobati, semua kerusakan diperbaiki, kemudian semua pemain saling bersalaman dengan tim lawan mereka akan berkata,"Permainan yang bagus,kawan. Sangat menyenangkan. Sampai jumpa lagi tahun depan," dan kehidupan kota kembali normal seperti biasa sampai pertandingan berikutnya di adakan kembali. Bukan hanya korban luka, kerusakan rumah maupun properti milik penduduk, atau kerusakan lahan pertanian adalah hal yang jarang terjadi. Bahkan korban tewas juga bukan hal yang jarang terjadi. Tercatat ada dua kejadian maut dalam pertandingan liar gila-gilaan pada 1280 dan 1312, di mana pertandingan melibatkan dua tim dengan masing-masing pemain membawa pisau yang di sarungkan di ikat pinggang mereka dan siap di gunakana kapan saja. Ratusan orang mati dan ratusan lainnya luka-luka.


      Bagaimana sebenarnya istilah football dalam bahasa inggris berasal, ada beberapa pendapat yang berbeda. Salah satu pendapat yang sering dikemukakan menyebutkan, bahwa asal mula istilah football adalah untuk menunjukkan tentang permainan yang melibatkan sebuah bola (ball) dan dimainkan secara on foot. On foot maksudnya permainan ini dimainkan dengan kaki dan tanpa memakai kuda. Ini untuk membedakan antara permainan rakyat jelata dan permainan kaum bangsawan dan ksatria yang banyak dimainkan dengan berkuda, seperti misalnya polo ( permainan beregu yang mirip dengan hockey, memakai tongkat pemukul dan bola,tetapi dimainkan dengan berkuda), jouting(duel satu lawan satu antara dua ksatria berkuda yang mengenakan pelindung tubuh lengkap dari besi baja dan bersenjatakan tombak panjang dari kayu atau wooden lance), atau balap kuda. Jadi, pada mulanya,tidak ada pembatasan,bahwa football hanya mengenai permainan menendang bola saja, tetapi merupakan istilah secara umum untuk menunjukkan permainan bola yang di mainkan oleh kalangan rakyat biasa.
     Karena sifat nya yang liar dan brutal ini, sepak bola sangat tdaik di sukai oleh golongan bangsawan dan gereja, meskipun sangat populer di kalangan rakyat kebanyakan. Pda 13 April 1314, Raja Edward II mengeluarkan larangan bermain sepak bola, terutama untuk kalanganan Prajurit. Raja khawatir karena terlalu asyik bermain bola, para prajurit melupakan latihan perang serta menurunkan kesiagaan dalam menghadapi musuh.
     Sampai abad ke-16, tidak ada larangan terhadap sepak bola yang benar-benar efektif. Meskipun saat itu terdapat lebih dari 30 undang-undang dan peraturan yang melarang permainan sepak bila, baik undang-undang resmi kerajaan maupun undang-undang lokal tingkat kota.
     Pada massa pemerintahan ratu Elizabeth I (1533-1608), kaum Puritan Inggris mengampanyekan larangan terhadap sepak bola dengan lebih gencar. Philip Stubbes, seorang pemimpin kaum Puritan tidak henti-hentinya mengkritik permainan sepak bola. Stubbes juga dikenal sebagai pengkritik keras drama dan seni pertunjukan teater. Sasaran tembak Stubbes terhadap sepak bola selain karena faktor kekerasan dan ketiadaan aturan (lack of order) adalah pelaksanaan nya yang sering kali di adakan pada Minggu Sabbath. Menurutnya hal ini benar-benar tidak bisa ditolerir.
     Satu-satu nya larangan terhadap permainan sepak bola yang bisa di sebut berjalan dengan efektif dan di patuhi oleh rakyat mungkin terjadi pada saat pasca perang saudara di Inggris, yang mulai berkobar pada 1642. Pada saat itu, Oliver Cromwell, seorang dari golongan kaum Puritan yang bergabung dengan Duke of Manchester, Edward Montagu, melancarkan pemberontakan dan berhasil menumbangkan kekuasaan Raja Charles I.

Oliver Cromwell, Lord Protector of England

    Oliver Cromwell adalah seorang Puritan sejati. Menurutnya, kehidupan rakyat sudah sangat melenceng dari apa yang di ajarkan oleh kitab Bible. Siapa yang menjauhi kehidupan hura-hura dan hiburan akan masuk surga. Sehingga pada saat itu, segala jenis hiburan dilarang. Cromwell ingin mengembalikan makna Natal yang sebenarnya sebagai kegiatan yang religius, sebagai peringatan kelahiran Yesus Kristus dan bukannya peringatan dengan pesta pora. Tentara berpatroli di setiap jalan-jalan kota untuk mengakkan peraturan dan menangkap para pelanggar hukum. Permainan sepak bola yang telah berkali-kali berusaha di larang untuk di mainkan oleh para penguasa sebelunya kembali di larang degan keras.
    Oliver Cromwell sangat kras dalam menegakkan huku dan di dukung oleh pengkut fabatik yang terdiri dari pasukan bentukannya sendiri dari golongan Puritan yang sanagt ditakuti, setia dan terlatih, sehingga tidak ada yang berani membangkang. Saat itulah seolah-olah permainan sepak bola menghilnah dai bumi Inggris, rakyat pun semakin membenci Cromwell dan para pengikutnya. Sampai pada akhirnya, Oliver Cromwell meninggal dunia pada 3 September 1658. Pada masa Restorasi, Raja Charles II ke Skotlandia, naik tahta pada 1660. Sepak bola kembali menjadi bagian dari kehidupan rakyat yang tak terpisahkan dan bahkan menjadi lebih populer jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Tuesday, 24 May 2016

Sejarah Sepak Bola Kuno

Sejarah Sepak Bola Kuno


    Tidak banyak orang yang tahu secara pasti dari mana asal sepak bola seperti yang kita kenal pada zaman sekarang. Banyak bangsa di dunia yang menklaim sebagai asal sepak bola yang asli. Permainan bola telah ada dan dimainkan oleh orang sejak dari zaman prasejarah. Permainan dalam berbagai versi dari berbagai belahan dunia memang benar2 eksis menurut catatan sejarah sejak ribuan tahun sebelum masehi, yang dapat di buktikan dengan penemuan-penemuan artefak, catatan kuno atau peninggalan sejarah lain seperti pertandingan. Beberapa peneliti memperkirakan, bahwa permainan melempar dan menendang bola  dari tengkorak binatang atau batu telah ada pada zaman prasejarah. Masih ada beberapa versi permainan dari zaman dahulu yang tetap di mainkan sampai sekarang.
     Penemuan-penemuan yang ada membuktikan bahwa permainan sepak bola sejak lama telah sangat digemari dan menjadi bagian dari kehidupan sosial dan budaya penduduk setempat. Tidak jauh beda dengan pada masa sekarang. Hanya saja kalau pada masa lalu, permainan bola lebih merupakan sebagai semacam ritual upacara paganisme atau dari bagian suatu perayaan dan festival dibandingkan sebagai olahraga atau permainan yang merakyat. Di Cina dan Romawi, permainan bola juga di gunakan sebagai bagian dari latihan militer.
    Sedangkan jika pada masa sekarang kita berbicara tentang sepak bola, maka kita berbicara  tentang suatu permainan yang menarik, permainan yang universal dan dapat dimainkan oleh siapa saja dari bangsa mana pun di dunia tanpa mengenal batasan ras, budaya, agama atau jenis kelamin. Semua orang pada masa sekarang memainkan permainan sepak bola yang sama. Boleh jadi ini merupakan hasil evaluasi dan perkembangan serta penyempurnaan dari permainan bola kuno yang telah berjalan selama ribuan tahun.

1. Sejarah Sepak Bola di Timur Jauh Tsu Chu (Cina)

    Sejarah telah membuktikan, bahwa sebuah permainan bola sepak bola yang disebut tsu chu (di eja sebagai 'Cuju') telah di kena luas dalam sejarah Cina kuno sekitar 2500 SM. Tsu dapat diartikan sebagai menendang bola dengan kaki, sedangkan chu kurang lebih berarti bola yang terbuat dari kulit. Berdasarkan catatan yang ada, tsu chu biasa nya di mainkan untuk memperingati ulang tahun Kaisar. Bola yang digunakan dalam permainan ini terbuat dari kulit binatang yang di isi rambut, disebut Zuqui. Sasaran utama nya adalah berusaha menendang dan memasukkan bola ke dalam lubang jaring yang didirikan pada dua buah bola tongkat bambu, tidak boleh menggunakan tangan dan di mainkan di lapangan yang di kelilingi tembok. Tinggi jaring ini kurang lebih sekitar 9-10 meter di tas tanah dengan diameter kurang lebih hanya 30-40 cm. Melihat hal ini, dapat di pastikan bahawa permainan tsu chu sangat menantang dan sulit untuk dimainkan serta memerlukan skill yang tinggi dari permainannya.
Permainan Tsu Chu pada zaman Modern
  













Menurut penulis Li You (55-135 M), bola melambangkan bukan yang amat sakral dan dua tim yang saling berhadapan melambangkan Yin serta Yang. Pada zaman dinasti Tsin (255-206 SM), tsu chu digunakan untuk melatih fisik para prajurit kerajaan. Pada masa dinasti Han (206 SM-220 M), tsu chu telah semakin merakyat dan semakin banyak dimainkan. Sebuah kitab yang menulis tentang siasat dan strategi perang pada zaman itu telah menyebut tentang tsu chu sebagai sarana melatih fisik para prajurit. Pada masa ini, aturan baku yang pertama telah ditetapkan. Permainan ini telah mengenal wasit sebagai pemimpin pertandingan. Peraturan permainan pada masa ini mempertemukan dua tim yang masing-masing terdiri dari dari 12 orang. Setiap tim mempertahankan 6 gawang, yang masing-masing di jaga oleh satu penjaga gawang. Tim yang lebih dulu berhasil memasukkan bola ke dalam semua gawang lawannya dinyatakan sebagai pemenang. Sama seperti sepak bola modern, seorang pemain boleh memakai semua anggota tubuh nya selain tangan. Tampaknya inilah permainan sepak bola pada masa lalu yang paling mirip dengan permainan pada masa sekarang.

Tsu Chu zaman Dinasti Han
   Legenda Cina menyebutkan, bahwa Liu Bang, pendiri dinasti Han adalah penggemar berat permainan ini. Dia sangat menikmati tsu chu ketika berkunjung ke salah satu kota dan merasa sangat kehilangna ketika haruuus kembali ke isatana kaisar. Sehingga akhir nya putra Liu Bang, yaitu sang Kaisar berkenan membuat lapangan di lingkungan istana dan mengundang pemain-pemain tsu chu terbaik dari seluruh negri. Kaisar Wu Di (156-87 SM) dari dinasti Han juga adalah penggemar berat tsu chu. Setelah pulang dari ekspedisi menaklukkan asia tengah, kaisar Wu Di memerintshksn semua pemain bola terbaik untuk pindah ke ibukota supaya dapat menyaksikan merka bermain di istana, dan seringkali kaisar juga ikut serta dalam permainan.
    Pada zaman dinasti Tang (618-907 M) bola yang di gunakan telah berisi udara, menggantikan bola padat. Pada masa ini, tsu chu juga banyak dimainkan oleh wanita. Popularitas tsu chu berlangsung terus sampai zaman dinasti Qing (1644-1911), dimana pada saat itu pengaruh sepak bola dari barat telah semakin meluas. Saat ini tsu chu masih dimainkan sebagai bagian dari pertunjukan atau atraksi kebudayaan.

Kemari (Jepang)

Antara 300-600 M, permainan sepak bola telah berkembang di Jepang yang di sebut Kemari. Permainan ini mengadopsi tsu chu dari China, yang di bawa oleh para pedagang dan pelajar Jepang yang mengunjungi Cina. Ada satu catatan tentang pertandingan yang mempertemukan pemain tsu chu dari China melawan pemain kemari Jepang yang diadakan pada 50 M di Kyoto,Jepang. Jika memang betul demikian, maka inilah pertandingan sepak bola internasioanal tertua yang pernah diadakan.
    Permainan ini dimainkan oleh dua tim yang terrdiri dari maksimal delapan orang pemain. Permainannya berlangsung cukup unik. Masing-masing tim berusaha menjaga supaya bola tidak sampai menyentuh tanah (Juggling) dan saling memberi keapda rekan satu tim yang lain. Bola tidak boleh jauh ke tanah, karena melambangkan matahari. Mitos yang ada pada saat itu bahwa jika bla sampai jatuh akan terjadi bencana kegelapan.

    Bola yang digunakan dalam permainan terbuat dari kulit binatang biasa nya dari kulit rusa atau kuda dengan diameter kurang dar 8 sampai 10 inci, yang di sebut Mari. Kemari dimainkan di lapangan yang di sebut sebagai Kikutsubo. Kikutsubo merupakan satu lapangna berbentuk persegi dengan pohon yang di tanam sejajr di masing-masing sudut nya yang berfungsi sebagai batas lapangan. Pada masa itu, pohon-pohon ini biasa nya terdiri dari empat empat jenis tanaman yang berbeda, yaitu cherry, maple,willow dan pinus. Permainan berlangsung secara riuh dan semarak. Masing-masing pemain, yang di sebut Mariashi, saling berteriak kepada rekan setimnya ketika sedang mengendalikan bola atau permainan. Ketika hendak memberi bola kepada rekannya, seorang pemain akan berteriak 'ariyaaa!' atau 'ari!' yang berarti 'Ini dia' !'. Dalam permainan ini, seorang pemain tidak di perbolehkan menjegal ataupun melukai lawannya. Permainan kemari lebih bersifat menghibur atau menonjolkaan keterampilan pemainnya, dan tidak begitu mengutamakan kompetisi atau pertandingan untuk mencetak angka.
   Masa keemasan kemari adalah sekitar abad ke 10 sampai abad ke 16. Saat itu, permainan ini telah semakin populer dan banyak dimainkan oleh rakyat di seluruh negeri. Banyak puisi ataupun karya satra yang menceritakan tentang permainan ini. Ada cerita menarik tentang seorang kaisar Jepang yang ikut memainkan kemari, yang mampu memainkan bola di udara selama lebih dari 1000 kali tendangan dengan bantuan rekan satu timnya. Puisi yang ditulis pada masa itu menceritakan, bahwa bola seakan-akan 'menggantung di langit, enggan untuk turun ke bumi'.

   Pada abad ke 13 sampai 14, kemari menjadi semakin semarak dan hidup dengan di gunakan nya perlengkapan seperti seragam atau kostum berlengan panjang berwarna-warni yang di sebut kariginu. Sama seperti tsu chu di Cina, sampai saat ini kemari masih dimainkan oleh merka yang ingin mempertahankan tradisi dan kebudayaan lama, juga dimainkan sebagai bagian dari perayaan festival dan atraksi untuk wisatawan.
Permainan Kemari di kuil Tanzan, Sakurai, Jepang
  
2. Sejarah Sepak Bola di Mediterania Mesir Kuno

    Penemuan-penemuan artefak dari makanan-makanan Mesir kuni oleh para arkeolog yang di perkirakan berasal dari sekitar 2500 SM menunjukan, bahwa permainan semacam bola sepak telah ada dan di mainkan di wilayah tersebut. Satu penemuan yan menunjukkan hal ini adlah sebuah bola dari kain linen yang ditemukan di sebuah makam. Selain dari kain, bola juga dibuat dari urat dan otot hewan yang di bungkus kulit kijang. Bahan ini dipilih supaya bola bisa memantul dengan lebih baik.
    Sangat sedikit yang bisa di ketahui tenyang permainan sepak bola pada masa Mesir kuno karena tidak banyak catatan atau bukti artefak yang bisa ditemukan. Para ahli sejarah memperkirakan bahwa pada saat ritual semacam permainan sepak bola. Sebuah bola yang berisi bibit tanaman dan di bungkus kain linen berwarna-warni ditendang dan dipermainkan di area penanaman untuk mendapatkan hasil panen yang baik .

Episkyros (Yunani)

Rakyat Yunani pada sekitar 2000 SM telan memainkan permainan sepak bola yang di sebut dengan epskyros atau juga dikenal sebagai phaininda, seperti yang pernah disebutkan oleh peulis drama Yunani,Antiphanes (388-311 SM). Banyak relief-relief di antara nya sebuah relief marmer dari Museum Arkeologi Athena seperti dalam gambar berikut ini, yang menggambarkan rakyat Yunani pada masa itu memainkan episkyros dalam keadaan telanjang. Bola yang diguanakan di sebut Follis. Follis pertama kali terbuat dari kain dan rambut yabg d jahit rapi. Untuk memperbaiki kualitas bola,terutama supaya bola dapat memantul dengan lebih baik, pada perkembangan berikutnya bola di buat dari kandung kemih babi yang diisi udara dan di bungkus kulit babi atau kijang. Teknik pembuatan bola yang lain adalah dengan menggunakan spons yang dibungkus kain dan benang.
 Harpastum (Romawi)

 Harpastum yang berarti permaian bola kecil, diadopsi dari permainan episkyros oleh bangsa Romawi. Kapan pastinya harspastum mulai dimainkan di Romawi, tidak ada yang tahu. Tetapi, jika mengingat bahwa Yunani ditaklukan oleh Romawi pada 146 SM, maka diperkirakan tidak lama setelah itu permainan ini di kenal di Romawi. Harpastum populer selama kurang lebih 700 sampai 800 tahun. Bola yang digunakan relatif lebih kecil, padat dan keras jika dibandingkan dengan Follis.
    Peraturan baku yang lebih terperinci dari harpastum tidak banyak dikenal. Tetapi, dapat di ketahui, bahwa harpastum dimainkan oleh dua tim yang terdiri dari 5 sampai 12 pemain, di sebuah lapangan berbentuk persegi dengan garis pembatas di tepi lapangan dan di bagi dua sama luas oleh sebuah garis tengah. Masing-masing tim berusaha mempertahankan bola supaya tetap berada di sisi lapangan mereka dan lawannya akan berusaha mencuri bola dan membawa ke sisi lapangan mereka sendiri. Peraturan penting dalam  harpastum adalah bahwa hanya pemain yang memegang bola saja yang boleh di tacle. Jadi masing-masing pemain akan berusaha untuk memgang bola selama mungkin, dan ketika lawan berusaha melindungi atau memberikan bola dengan tangan, sehingga mirip dengan permainan rugby. Pertandingan sering kali berlangsung dengan keras sehingga tidak jarang seorang pemain jatuh pingsan atau terluka parah di lapangan.
   Julia Caesar diketahui sebagai seorang penggemar harpastum dan di perkirakan juga sering ikut bertanding sebagai pemain. Harpastum juga digunakan untuk melatih para prajurit. Ada juga satu kisah seputar harpastum yang di ceritakan oleh Cicero, seorang penulis Romawi. Suatu ketika bola yang di gunakan dalam permainan melayng ke dalam sebuah tempat cukur. Seorang pria malang yang sedang bercukur tewas karena leher nya tertusuk pisau cukur yang di hantam bola.

3. Sejarah Sepak Bola di Amerika Pok-A-Tok ( Amerika Tengah )

     Sejarawan berpendapat, bahwa permainan bola Pok-A-Tok telah di kenal sejak sekitar 3000 SM di Amerika Tengah. Lapangan permainan terakhir yang di temukan di Paso de la Armada, Meksiko di perkirakan berasal dari sekitar 1600 SM. Lapangan ini mempunyai bentuk memanjang dari sempit, mirip jalanan dengan ukuran panjang 80 meter, di kelillingi oleh tribun penonton yang ditinggikan.
Lapangan Chichen Itza, Mexico.

    Dari gambar-gambar yang di peroleh dari lukisan mural ataupun keramik, para arkeolog percaya bahwa Pok-A-Tok sangat serupa dengan Tlachtli, sebuah permainan yang didokumentasikan oleh penjajah Spanyol pada 1519 M. Lapangan Tlachtli berbentuk seperti huruf 'I', dengan dua dinding mieing sejajar yang disisipi tiga buah piringan batu. Pada perkembangan berikutnya, tiga buah piringan ini digantikan oleh satu cincin batu. Tinggi piringan atau cincin ini adalah kurang lebih 9 meter di atas tanah. Pemain mencetak angka dengan cara berusaha agar bola mengenai piringan atau memasukkan bola yang terbuat dari karet dan berdiameter 10-15 cm melalui cincin. Bola semacam ini bersifat elastis dan sulit di kontrol. Melihat hal ini, maka tidak begitu mengherankan jika melihat rata-rata pemain sepak bola modern zaman sekarang yang berasal dari Amerika Latin mempunyai skill individu dan kemampuan mengontrol bola yang sangat baik. Pemain hanya di perbolehkan menyentuh bola dengan siku, lutut atau pinggul sehingga pemain ini menjadi sangat sulit. Pihak yang berhasil mecetak angka biasanya juga sekaligus mengakhiri pertandingan.
    Para peneliti sejarah yakin, bahwa permainan Pok-A-Tok merupakan suatu bagian integral dari kehidupan sosial, politik maupun keagamaan dari Mokaya, nenek moyang bangsa Olmec dan Maya. Level permainan pada masa ini bervariasi dari sekadar rekreasi atau permainan biasa sampai ke tingkat kompetisi paling tinggi, yang lebih merupakan suatu bentuk ritual di mana kapten tim yang kalah di hukum mati dan seluruh anggota timnya dikorbankan kepada dewa. Sebaliknya, pihak pemenang mendapat penghargaan yang tinggi dan dianggap sebagai pahlawan. Ada juga legenda bangsa Maya yang menceritakan versi sebaliknya. Konon, kapten dari tim pemenang justru menyerahkan kepala nya sendiri sebagai hadiah kepada tim yang kalah untuk kemudian dipenggal. Kapten tim pemenang tersebut dipercaya akan langsung menuju surga dan tidak perlu melalui 13 tempat pemberhentian menuju surga seperti yang diyakini oleh bangsa Maya.
   Pada zaman Olmec (sekitar 1200  SM), seiring kali raja-raja atau para prajurit terbaik digambarkan sebagai atlet atau pemain bola dengan busana dan berbagai macam perlengkapannya. Pada masa itu, kedudukan para pemain bola terbaik disejajarkan dengan pahlawan dari bangsa Olmec.
    Antara 900-250 SM, bangsa Maya mengadopsi permainan ini. Sedangkan bangsa Aztec memainkan permainan ini. Sedangkan bangsa Aztec memainkan Pok-A-Tok versi mereka sendiri pada 1200-1521 M. Sangat sedikit kemiripan permainan ini dengan sepak bola modern. Permainan bisa dikatakan lebih mirip basket atau voli pada zaman sekarang sehingga sering dianggap bukan bagian dari sejarah perkembangan sepak bola. Yang jelas ini telah membuktikan bahwa permainan bola pada zaman ini telah sangat populer dan digemari.

Pasuckuakohog (Amerika Utara) 

Suku Indian di Amerika Utara mempunyai permainan sepak bolaa yang di sebut Pasuckuakohog yang kurang lebih berarti 'mereka berkumpul untuk bersama-sama bermain bola.' Permainan ini berkembang pada awal 1600-an. Lebar gawang mencapai setengah mil, dengan panjang lapangan permainan satu mil. Satu tim yang bertanding terdiri dari sekurang-kurangnya 500 orang. Suasana pertandingan lebih mirip perang, sangat kasar dan penuh kekerasan. Masing-masing pemain memakai riasan dan aksesori perang. Pertandingan dapat berlangsung selama satu hari penuh, dan jika skor masih imbang akan dilanjutkan pada hari berikutnya.

Asqaqtuk (Kutub Utara)

 Sedikit sekali yang dapat diketahui tentang asqaqtuk, selain bahwa permianan ini dimainkan di atas es oleh orang penduduk asli kutub utara. Permainan ini telah disebutkan dalam legenda atau mitos Inuit yang diceritakan turun-temurun selama ratusan tahun. Inuit adalah penduduk asli Greenland di kutub utara. Legenda Inuit ini menceritakan tentang roh orang mati yang melakukan permianan sepak bola abadi di alam arwah menggunakan kepala walrus sebagai bola.
   Ada satu catatan mengenai pelaut dan penjelajah Inggris yang bernama John Davis. Pada 1586 kapal John Davis mendarat di Greenland. Dia dan anak buah nya di undang untuk turut serta dalam permainan bola yang diadakan penduduk Inuit setempat. Permainan ini dimulai dengan pemain dari kedua tim berdiri saling berhadapan di dua garis sejajar. Kemudian masing-masing tim berusaha menendang bola melintasi garis lawannya untuk mencetak angka.
   Konon, permainan ini melibatkan tim dari dua desa dengan jarak antar gawang sangat bervariasi ukurannya bahkan bisa mencapai 10 mil. Bola yang digunakan terbuat dari rambut serta kulit ruas kutub.