Benua Eropa menjadi pusat perhatian utama dalam perkembangan sepak bola pada sekitar abad 5-15 M. Bagaimana asal mula permainan sepak bola seperti yang ada pada zaman modern sekarang, tidak ada yang tahu secara pasti karena banyak dihiasi oleh cerita rakyat ataupun legenda setempat yang sulit dibuktikan kebenarannya. Salah satu legenda menceritakan tentang sebuah ritual paganisme yang dilaksanakan sebelum lahan pertanian mulai ditanami. Dalam ritual ini, bola melambangkan matahari yang harus ditaklukan. Bola tersebut dipermainkan yang harus ditaklukan. Bola tersebut dipermainkan di areal penanaman dengan tujuan untuk mendapatkan hasil oanan yang bagus.
Ada juga sebuah legenda, bahwa sepak bola berasal dari sebuah peristiwa eksekusi hukuman mati seorang penjahat di depan publik. Terhukun di jatuhi hukuman penggal kepal dan kepala terhukum yang terpisah dari badannya dilemparkan oleh algojo ke tengah-tengah khalayak ramai yang menyaksikan, kemudian oleh massa di tendang dan dilemparkan beramai-ramai kesana kemari dengan penuh kemarahan.
Sebuah cerita dari Chester, Inggris menyebutkan bahwa penduduk setempat merayakan keberhasilan mereka dalam mengusir para penyerbu dari bangsa Viking. Dalam pesta perayaan tersebut, mayat seorang Viking di penggal kepalanya dan digunakan sebagai bola dalam suatu permainan. Cerita lain dari Kingston-on-Thames, Inggris menyebutkan tentang permainan sepak bola yang menggunakan kepala pengeran Denmark yang dihukum mati.
Entah apakah karena latar belakang barbarisme dan kekejaman inilah yang menyebabkan perkembangan sepak bola di Eropa pada periode ini sangat kental diwarnai kekerasan. Pertandingan sepak bola diadakan pada setiap festival atau perayaan dan setiap pertandingan pasti memakan korban, baik korban tewas, luka-luka ataupun kerusakan saran fisik seperti rumah dan lahan permaainan. Tidak ada peraturan yang mencegah para pemain bersikap tidak sportif atau bermain kasar dengan tujuan menciderai lawan. Dan karena inilah, berkali-kali para penguasa setempat melarang permainan sepak bola, meskipun hampir tidak ada gunanya karena sepak bola sangatlah populer dan tetap dimainkan dengan konsekuensi hukuman apapun.
Choule (Prancis)
Bangsa Romawi membawa permainan Harpastum ke Prancis pada sekitar 50 SM. Rakyat Prancis kemudian memainkan permainan bola versi mereka sendiri yang yang di sebut Choule atau kalangan ningrat menyebutkan sebagai la soule. Asal permainan ini diperkirakan dari daerah Normandia dan Brittany di Prancis.
Permainan biasanya dimainkan setiap Minggu selesai kebaktian di gereja sampai matahari terbenam atau terkadang bahkan bisa dimainkan selama berhari-hari. Pertandingan dimainkan di lapangan dengan yang bervariasi panjangnya. Panjang lapangan bisa berukuran antara jarak antara dua jalan maupun dua kota. Pertandingan di mulai ketika bola dilemparkan tinggi-tinggi ke angkasa, yang melambangkan matahari. la soule sendiri dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai matahari. Choule juga sering dimainkan setiap ada perayaan atau hari libur.
Permainan ini sangat mirip dengan rugby pada zaman sekarang. Tujuan masing-masing tim adalah berusaha mencetak angka dengan membawa bola berlari melintasi panjang lapangan dan menuju gawang lawan. Bisa juga dilakukan dengan cara menendang atau memukul bola sekeras-kerasnya dengan pemukul kayu, seperti pada permaianan hockey atau cricket. Choule sering disebut sebagai versi awal dari permainan cricket yang sangat populer di Inggris. Yang terpukul atau tertendang dalam permainan ini bukan hanya bola, tetapi juga yang lain seperti kaki atau kepala seorang pemain. Gawang bisanya berupa pohon atau pun dinding yang ditandai. Bola yang digunakan di sebut soule, berbentuk lonjong, cukup berat dan terbuat dari kulit yang di jahit dan biasanya berisi kulit yang dijahit dan biasanya berisi kulit gandum atau serbuk kayu.
Choule biasanya dipertandingkan antara dua desa, dengan pemain yang bertanding adalah hampir seluruh penduduk desa tersebut. Atau kadang-kadang pertandingan ini saling mempertemukan antara jemaat dua gereja. Hampir tidak ada peraturan dalam permainan ini. Kekerasan adalah hal yang biasa terjadi. Para pemain boleh melakukan apa saja,saling memukul, menendang, menggigit atau pun menanduk. Tidak ada pertandingan tanpa menimbulkan korban luka. Karena maraknya kekerasan itulah, permainan ini sempat dilarang oleh raja Philippe V pada 1319. Demikian juga dengan Raja Charles V pada 1369. Tetapi, larangan ini tidak sepenuhnya dipatuhi dan permainan tetap terus berlangsung di beberapa wilayah. Pada abad ke 20, permainan ini diketahui masih dimainkan pada sekitar 1930 sampai 1945.
Sampai sekitar 800 tahun yang lalu, sepak bola belum berupa pertandingan antara dua tim yang terdiri dari 11 orang melawan 11 orang, yang dimainkan di lapangan rumput dan stadion yang megah serta dapat dinikmati dengan santai oleh para penggemarnya. Sepak bola saat itu lebih mirip sebagai pertarungan brutal atau perkelahian massal yang berdarah-darah antar warga kota. Setidaknya seperti inilah yang terjadi di Inggris. Pertandingan sepak bola diadakan selama perayaan atau festival seperti misalnya perayaan shrovetide. Dalam istilah sekarang, pertandingan semacam ini lebih di kenal sebagai mob football, sebuah istilah yang menunjuk kepada pertandingan sepak bola yang kacau, keras, kasar, dan tanpa aturan.
Pada saat itu, warga sekitar akan membarikade pintu dan jendela rumah mereka sebelum pertandingan sepak bola di gelar. Wanita dan anak-anak terlebih dahulu mengungsi atau mencari perlindungan d rumah masing-masing. Lapangan pertandingan meliputi wilayah seluruh kota tanpa ada batas yang jelas. Pertandingan ini mempertemukan sekitar 1000 orang di satu tim melawan lebih banyak lagi orang di tim yang lain.
Peraturan utama dalam pertandingan ini, yang ditemukan dalam suatu catatan lama di Workington (Inggris) adalah "jangan membunuh lawan. Itu adalah pelanggaran". Bagaimana dengan offside atau kartu kuning? Tidak usah dipertanyakan lagi.
Dapat dibayangkan bagaimana pertandingan berjalan. Menendang bola atau kepala lawan? sama saja, tidak jadi masalah. Para pemain saling menghajar satu lain. Saling tendang,tinju,mematah kan kaki,menanduk dada, membantinng, ataupun mencolok mata. "Apakah dia masih bernapas?", "Ya", "Kalau begitu, teruskan permainan."
Tujuan masing-masing tim yang bertanding adalah berusaha memasukkan bola, yang terbuat dari kulit babi dan berisi udara, ke gawang lawan yang terletak di sisi lain kota. Untuk itu, segala cara boleh dilakukan sesuka hati. Suatu tim yang berhasil menguasai bola akan berusaha merangsek maju ke arah gawang lawan. Pemain dalam satu tim yang menguasai bola tersebut akan menghajar setiap lawan yang berani mendekat dalam upaya melindungi pembawa bola. Demikian juga tim yang satu nya lagi berusaha sekuat tenaga merebut bola dan menjatuhkan lawannya satu persatu dengan berbagi macam cara. Maka, tak jarang terjadi adegan pengeroyokan, kejar-kejaran, yang betul-betul mirip perkelahian massal.
Meskipun melibatkan permainan kasar dan brutal, tetapi dapat di ketahui, bahwa para pemain yang bertanding sangat menikmati itu semua. Ketika pertandingan berakhir, mereka yang luka-luka diobati, semua kerusakan diperbaiki, kemudian semua pemain saling bersalaman dengan tim lawan mereka akan berkata,"Permainan yang bagus,kawan. Sangat menyenangkan. Sampai jumpa lagi tahun depan," dan kehidupan kota kembali normal seperti biasa sampai pertandingan berikutnya di adakan kembali. Bukan hanya korban luka, kerusakan rumah maupun properti milik penduduk, atau kerusakan lahan pertanian adalah hal yang jarang terjadi. Bahkan korban tewas juga bukan hal yang jarang terjadi. Tercatat ada dua kejadian maut dalam pertandingan liar gila-gilaan pada 1280 dan 1312, di mana pertandingan melibatkan dua tim dengan masing-masing pemain membawa pisau yang di sarungkan di ikat pinggang mereka dan siap di gunakana kapan saja. Ratusan orang mati dan ratusan lainnya luka-luka.
Bagaimana sebenarnya istilah football dalam bahasa inggris berasal, ada beberapa pendapat yang berbeda. Salah satu pendapat yang sering dikemukakan menyebutkan, bahwa asal mula istilah football adalah untuk menunjukkan tentang permainan yang melibatkan sebuah bola (ball) dan dimainkan secara on foot. On foot maksudnya permainan ini dimainkan dengan kaki dan tanpa memakai kuda. Ini untuk membedakan antara permainan rakyat jelata dan permainan kaum bangsawan dan ksatria yang banyak dimainkan dengan berkuda, seperti misalnya polo ( permainan beregu yang mirip dengan hockey, memakai tongkat pemukul dan bola,tetapi dimainkan dengan berkuda), jouting(duel satu lawan satu antara dua ksatria berkuda yang mengenakan pelindung tubuh lengkap dari besi baja dan bersenjatakan tombak panjang dari kayu atau wooden lance), atau balap kuda. Jadi, pada mulanya,tidak ada pembatasan,bahwa football hanya mengenai permainan menendang bola saja, tetapi merupakan istilah secara umum untuk menunjukkan permainan bola yang di mainkan oleh kalangan rakyat biasa.
Karena sifat nya yang liar dan brutal ini, sepak bola sangat tdaik di sukai oleh golongan bangsawan dan gereja, meskipun sangat populer di kalangan rakyat kebanyakan. Pda 13 April 1314, Raja Edward II mengeluarkan larangan bermain sepak bola, terutama untuk kalanganan Prajurit. Raja khawatir karena terlalu asyik bermain bola, para prajurit melupakan latihan perang serta menurunkan kesiagaan dalam menghadapi musuh.
Sampai abad ke-16, tidak ada larangan terhadap sepak bola yang benar-benar efektif. Meskipun saat itu terdapat lebih dari 30 undang-undang dan peraturan yang melarang permainan sepak bila, baik undang-undang resmi kerajaan maupun undang-undang lokal tingkat kota.
Pada massa pemerintahan ratu Elizabeth I (1533-1608), kaum Puritan Inggris mengampanyekan larangan terhadap sepak bola dengan lebih gencar. Philip Stubbes, seorang pemimpin kaum Puritan tidak henti-hentinya mengkritik permainan sepak bola. Stubbes juga dikenal sebagai pengkritik keras drama dan seni pertunjukan teater. Sasaran tembak Stubbes terhadap sepak bola selain karena faktor kekerasan dan ketiadaan aturan (lack of order) adalah pelaksanaan nya yang sering kali di adakan pada Minggu Sabbath. Menurutnya hal ini benar-benar tidak bisa ditolerir.
Satu-satu nya larangan terhadap permainan sepak bola yang bisa di sebut berjalan dengan efektif dan di patuhi oleh rakyat mungkin terjadi pada saat pasca perang saudara di Inggris, yang mulai berkobar pada 1642. Pada saat itu, Oliver Cromwell, seorang dari golongan kaum Puritan yang bergabung dengan Duke of Manchester, Edward Montagu, melancarkan pemberontakan dan berhasil menumbangkan kekuasaan Raja Charles I.
Oliver Cromwell, Lord Protector of England |
Oliver Cromwell adalah seorang Puritan sejati. Menurutnya, kehidupan rakyat sudah sangat melenceng dari apa yang di ajarkan oleh kitab Bible. Siapa yang menjauhi kehidupan hura-hura dan hiburan akan masuk surga. Sehingga pada saat itu, segala jenis hiburan dilarang. Cromwell ingin mengembalikan makna Natal yang sebenarnya sebagai kegiatan yang religius, sebagai peringatan kelahiran Yesus Kristus dan bukannya peringatan dengan pesta pora. Tentara berpatroli di setiap jalan-jalan kota untuk mengakkan peraturan dan menangkap para pelanggar hukum. Permainan sepak bola yang telah berkali-kali berusaha di larang untuk di mainkan oleh para penguasa sebelunya kembali di larang degan keras.
Oliver Cromwell sangat kras dalam menegakkan huku dan di dukung oleh pengkut fabatik yang terdiri dari pasukan bentukannya sendiri dari golongan Puritan yang sanagt ditakuti, setia dan terlatih, sehingga tidak ada yang berani membangkang. Saat itulah seolah-olah permainan sepak bola menghilnah dai bumi Inggris, rakyat pun semakin membenci Cromwell dan para pengikutnya. Sampai pada akhirnya, Oliver Cromwell meninggal dunia pada 3 September 1658. Pada masa Restorasi, Raja Charles II ke Skotlandia, naik tahta pada 1660. Sepak bola kembali menjadi bagian dari kehidupan rakyat yang tak terpisahkan dan bahkan menjadi lebih populer jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.